HIDUP SEHAT:
kenapa tidak?
Dua nikmat yang sering dilupakan
oleh manusia adalah nikmat sehat dan waktu luang, sebagaimana hadist ini; ‘"Dari Ibn Abbas RA berkata : telah
bersabda Rasulullah SAW : "dua nikmat yang kebanyakan manusia sering lupa
dan lalai, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu lapang/luang." (riwayat
Bukhari). Kita belum merasakan nikmat yang begitu besar dari Allah
SWT dalam kehidupan ini berupa kesehatan, bila mana kita belum merasakan kehilangan
nikmat sehat tersebut. Kita sering lupa nikmat sehat ini, baru ingat begitu
berharganya nikmat sehat ini ketika kita jatuh sakit, apalagi sakit yang berat
sehingga merenggut kenikmatan yang biasa didapat. Kita ingat ketika masuk Rumah
Sakit atau harus istirahat total di rumah, dimana untuk sementara waktu atau
bahkan seterusnya tak bisa beraktivitas dan beribadah.
Dua asset atau modal yang begitu
berharga ini sering disia-siakan oleh kita bersama sebagai manusia modern seperti
sekarang ini, dimana di era digital yang serba praktis dan instan yang membuat
manusia juga mengharapkan kesehatan bisa didapat dengan mudah dan instan.
Seakan-akan kesehatan itu ‘given dari Allah’ tanpa ada usaha dari manusia.
Wajarlah bila manusia kemudian mengabaikan nikmat sehat ini.
Hidup sehat yang berkelimpahan
itu harus direncanakan dan diusahakan/diperjuangkan, sehingga setiap kita harus
menyadari betul apa makna dan manfaat hidup sehat. Seperti ungkapan ini,’ To
create health, you need a new kind of knowledge, based on a deeper concept of
life (Deepak Chopra).
Ungkapan tersebut sangat dalam,
bila kita ingin mendapatkan kehidupan yang sehat maka tidak sekedar kita harus
mengetahui tentang kesehatan yang benar, namun juga harus faham benar tentang
konsep kehidupan ini, kenapa Allah menciptakan manusia di muka bumi ini dan
untuk apa kita diciptakan?. (QS: 51:56)
MIND-SET HIDUP SEHAT
Kita bersama sudah menyadari
tentang apa dan mengapa kita diciptakan Allah SWT dimuka bumi ini, maka kita
juga akan menyadari betapa pentingnya ‘ healthy life style’. Hidup sehat harus
sudah ter-internalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Tidak lagi hanya menjadi
slogan dan tema kampanye dalam setiap pemilu ataupun hanya dalam
sebuah kebijakan pemerintah, akan tetapi kosong dengan ruh dan maknanya.
Kita bersama harus menyadari
bahwa hidup sehat itu tidak sekedar mempertahan tubuh supaya tidak sakit, namun
harus dimaknai lebih. Indikator hidup sehat harus kita lenkapi, bahwa tubuh
sehat adalah tubuh yang mampu berkarya
sepanjang umur/hidup dengan kematian yang tanpa menyusahkan pihak keluarga.
Hidup sehat yang hakiki harus
mampu mengantarkan manusia hidup produktif sepanjang usia dan sehat selalu
sepanjang hidup, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah. Begitu pula pola
hidup sehat yang dilakukan oleh orang-orang pedalaman Jepang dan Tiongkok,
telah mampu mengantarkan harapan hidup pangjang sampai 90 sd 100 tahun. Namun
bukan saja orang-orang lama dan hidup dipedalaman yang bisa hidup panjang dan
tetap produktif sepanjang umurnya. Ada Pablo Picassao yang tetap berkarya dalam
dunia artistknya di usia 90 tahun, dr Hiromi Shinya MD hampir 80 tahun tetap
praktek dan produktif menulis, dan tentu banyak lagi yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Hidup sehat dengan harapan hidup
yang panjang adalah sebuah kondisi yang bisa kita wujudkan bersama dimasa ke
depan. Dengan catatan, kita harus mau dan mampu menerapakan pola hidup sehat
sepanjang hidup kita ditengah gempuran iklan-iklan yang menyesatkan dari
industri makanan dan obat-obatan.
Kesadaran akan hidup sehat,
menyadarkan kita tentang apa yang kita makan dan minum itu harus disesuaikan
dengan kebutuhan fisiologis tubuh kita. Bukan sekedar melampiaskan selera yang
hakekatnya itu hanya di mulut saja. Juga sangat ditentukan oleh kondisi
lingkungan dan gaya hidup kita sehari-hari.
HIDUP SEHAT TANGGUNG-JAWAB
INDIVIDU
Ada kesalahan berpikir selama
ini, bahwa sehat dan sakit itu bukan menjadi tanggung jawab masing-masing
orang, namun sering dialihkan ke petugas kesehatan (dokter, bidan, perawat,
petugas kesling ahli gizi dll). Apa akibat dari pola pikir seperti ini bagi
kesehatan kita bersama? Seolah-olah sehat dan tidaknya kita tergantung pada
orang lain.
Orang sering bersandar penuh
(100%) kepada dokter ketika sakit,
tentunya setelah bersandar kepada Allah SWT. Hal ini mengakibatkan petugas
kesehatan begitu semena-mena mengambil alih pemulihan kesehatan pasien. Pasien
lupa bahwa tubuhnya adalah melekat dengan dirinya, sehingga sehat dan sakit
sesungguhnya tergantung dirinya. Walaupun, dokter telah memberikan obat yang terbaik ,tapi kalau
pasien abai terhadap tanggung-jawabnya maka terapi tersebut akan sia-sia. Bilamana
mulai saat ini, kita menyasadari bahwa sesungguhnya sehat-sakit itu sangat
tergantung pada masing-masing individu kita.
Pihak-pihak diluar kita adalah
hanya bersifat supporter saja, namun pelaku atau pemain utama penentu hidup
sehat itu ya kita sendiri. Oleh sebab itu, kesadaran dan pemahaman tentang
urgensi hidup sehat harus selalu di upgrade dari waktu ke waktu. Kita
harus terbuka dengan perkembangan ilmu kesehatan modern, jangan sampai kita
berpegang dengan mitos-mitos kesehatan yang sudah melegenda dari masa ke masa
selama ini. Walaupun mitos tersebut adalah salah kaprah terhadap ilmu
kedokteran dan kesehatan.
Banyak kesalahan dalam pola makan dan minum
yang diakibatkan oleh karena berpegang pada teori lama tentang gizi sebagai
contohnya. Yang menjadi dasar kita bertindak bukan sekedar ini atas saran
dokter dan petugas kesehatan lainya, namun atas kesadaran diri dengan berbasis
pengetahuan yang memadai tentang kesehatan. Di era digital seperti ini, sudah
tidak ada lagi monopoli ilmu apapun oleh suatu profesi apapun termasuk ilmu
kesehatan. Setiap orang dengan mudahnya bisa mendapatkan pengetahuan apapun
memelalui buku dan internet. Kewajiban kita masing-masing adalah membuka dan
mengakses ilmu pengetahuan yang begitu banyak dan luas tersebut.
Fungsi dokter masa depan itu
sebagai mediator dan fasilitator, bukan lagi sebagai pihak satu-satunya yang
paling otoritatatif dalam menyembuhkan pasiennya. Sebagaimana ungkapan dibawah
ini; ‘ the doctor of the future will give no medicine, but will interest his
patient in the care of the human frame, in diet and in the cause and prevention
of disease ( Thomas Alva Edison).
Ada dua reposisi yang harus
dilakukan, pertama oleh dokter / tenaga kesehatan di satu sisi dan kedua pasien
disisi yang lain. Bagi dokter/tenaga kesehatan harus merubah peran yang selama
ini begitu dominan dalam memegang otoritas penyembuhan menuju peran fasilitasi
dan mediasi. Pasien dijadikan subyek atau partner dalam menyembuhkan suatu
penyakit. Peran pasien juga mengalami pergeseran yang sebelumnya menjadi obyek
dokter/tenaga kesehatan bergeser menjadi partner dokter. Perubahan peran ini
mengakibatkan perubahan tanggung-jawab penyembuhan tidak lagi ditangan
dokter/tenaga kesehatan sepenuhnya, namun ‘ take ownership your body’ atas
kesembuhan penyakit. Wallahu a’lam
dr. Naharus Surur,M.Kes
Health consultant
naharus@gmail.com