Tuesday, February 17, 2009

Psoriasis, Kenali Gejalanya Cegah Penyebabnya.

Anda pernah mengalami timbul bintik-bintik merah di sekujur tubuh ? Bintik-bintik merah menyebar pada kulit patut harus diwaspadai. Terlebih jika bintik merah tersebut makin melebar dan ditumbuhi sisik putih keperak-perakan yang tampak menebal, bisa jadi itu adalah psoriasis. Jika kondisi tersebut terjadi pada anda, diagnosa paling mungkin menurut pakar kesehatan, Psoriasis mengincar sistem imun tubuh.

Meski tidak menular, penyakit sistemik disebabkan kelainan sistem kekebalan tubuh ini belum dapat disembuhkan secara total sampai sekarang. Namun, Ketua Yayasan Peduli Psoriasis Indonesia, dr dr Danang Sp.KK menegaskan masyarakat harus tetap waspada terhadap pengaruh lingkungannya.

"Penyakit itu lebih disebabkan oleh faktor genetik. Namun kadangkala pemicunya ialah kondisi tubuh orang tersebut. Seperti emosi yang tidak terkendali atau stress berat," ungkap Danang dalam acara edukasi Psoriasis di Jakarta, pekan lalu. Malah psoriasis sangat dekat dengan kondisi psikologi, artinya sesorang dengan resiko psioriasis tinggi rentan kambuh bila kondisi mental mereka menurun.

Selain emosi tak terkendali, berdasarkan penelitian para dokter, Danang mengatakan faktor pemicu psoriasis, antara lain trauma fisik, garukan atau gesekan dan tekanan yang berulang-ulang, obat oral tertentu--antara lain obat anti hipertensi dan antibiotik, infeksi khususnya pada infeksi saluran pernafasan, makanan berkalori tinggi, dan alkohol.

"Penyakit ini ditandai dengan proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Jika normalnya berlangsung dalam tenggat 3 sampai 4 minggu, proses pergantian psoriasis berlangsung cepat yaitu 2-4 hari," papar Danang.

Meski tidak menular, sayangnya psoriasis belum dapat disembuhkan secara total. Pengobatan yang ada hanya menekan gejala psoriasis, memperbaiki keadaan kulit, dan mengurangi rasa gatal. Danang mengatakan penderita psoriasis tidak bisa berhenti dari pengobatan karena penyakit itu bersifat kronik dan hilang-timbul.

"Terbawa hampir sepanjang hidup, sehingga pengobatan dan perawatan juga harus dilakukan terus menerus," ungkapnya.

Sementara itu, Konsultan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr Azen Salim mengatakan untuk mencapai masa remisi atau kondisi kulit normal, dapat dikendalikan dengan obat, namun perlu kerjasama baik antara pasien dengan dokter yang merawat.

"Pengobatannya masih mahal, berefek samping serius, dan belum tentu dapat digunakan semua pasien, untuk itu diperlukan komunikasi yang baik antara pasien dan dokter," papar Azen.

Selain pengobatan medis penderita juga harus rutin melakukan perawatan kulit dan kondisi tubuh. Diet yang sesuai dan mempunyai pola gaya hidup sehat./cr1/itz


sumber: Republika

Thursday, February 12, 2009

Jangan Anggap Sepele Masuk Angin!

Rabu, 11 Februari 2009 | 23:55 WIB

MASUK angin! Kita tentu sudah tak asing pada kosa kata ini. Bahkan, mungkin Anda peruah mengalaminya. Langkah mengatasinya sederhana. Dari membeli obat murah, kerokan, minum jahe panas, atau menyantap makanan berkuah panas nan pedal.

Saat musim hujan seperti sekarang, penyakit ini banyak menyerang manusia. Gejala umumnya: tubuh meWadi tak nyaman disertai perut yang kembung. Bahkan, bukan mustahil badan terasa meriang alias pangs-dingin. Kadang-kadang gejala tersebut dilengkapi dengan nyeri otot, pusing, sakit tenggorokan, bersin-bersin, sampai batuk dan pilek.

Variasi gejala itulah yang sering dianggap sebagai masuk angin. "Biasanya masuk angin muncul saat daya tubuh menurun," ajar Inayah Budiasti, seorang dokter dari Klinik Hang Lekiu, Jakarta Selatan.

Namun, sejatinya, ilmu kedokteran tak kenal istilah masuk angin. Kendati begitu, umumnya dokter tahu apa maksud pasien kalau mereka mengeluh serang masuk angin. "Masuk angin adalah kosa kata yang tercipta dalam masyarakat," seru Nella Suhuyanly, dokter spesialis penyakit dalam dari Omni Hospital.

Dari kaca mata medis, berbagai gejala masuk angin itu umumnya menimpa penderita dispepsia. Dispepsia adalah ketidaknyamanan, bahkan nyeri, Pada saluran pencernaan terutama bagian atas. Gejalanya adalah rasa nyeri pada ulu hati disertai mual, muntah, bloating atau lambung terasa penuh, kembung, sendawa terus menerus, perut terasa kenyang atau sebaliknya alias perut keroncongan (borborgygmi), plus kerap kentut.

Pada anak usia remaja, dispepsia umumnya terjadi karena penundaan makan kendati waktu bersantap sudah tiba. Akibatnya, volume asam dalam. lambung mengalami peningkatan. "Jika ini terjadi terus menerus bisa menyebabkan kerusakan pada dinding saluran pencernaan," kata Nella.

Sementara bagi kebanyakan orang, dispepsia terjadi karena imunitas atau daya tahan tubuh seseorang sangat rendah. Akibatnya tubuh menjadi tak bugar. Umumnya kondisi ini terjadi karena tubuh kecapekan. "Pada saat seperti ini, banyak virus kemudian masuk dalam tubuh," imbuh Inayah. Virus inilah yang kemudian menyebabkan munculnya dispepsia.

Waspadai 'angin duduk'
Saat tubuh dalam kondisi drop, kata Inayah, virus atau mikroorganisme yang ukurannya lebih kecil dari bakteri yang masuk dalam tubuh tak bisa terbunuh oleh antibiotik alami yang dimiliki tubuh. Virus itu kemudian menggandakan tubuhnya hingga menimbulkan dispepsia.

Celakanya, virus ini bisa merajalela saat dingin berlebihan. Pada saat dingin, tubuh mengalami vasokontriksi alias penghematan kalori agar badan terasa hangat. Konsekuensinya, jika kondisi pasien drop, tubuh tak bisa menjalankan fungsinya membuang sampah dari sisa-sisa metabolisme yang seharusnya keluar dalam tubuh. "Pada kondisi seperti inilah penyakit apapun bisa masuk termasuk gejala awal masuk angin," ajar Sapawati Bardosono, dokter dari Departemen Nutrisi, Universitas Indonesia.

Jika tubuh tak bisa menolak serangan virus pada tahap ini, dispepsia biasanya akan berlagjut menjadi penyakit flu atau batuk. Lebih lagi, cuaca dingin umumnya juga mengakibatkan rambut-rambut dalam dalam saluran pernafasan lambat bergerak. "Kelambatan inilah yang mengakibatkan lendir atau virus tak bisa keluar dari tubuh," ajar Sapawati. Jika itu terjadi, bersiaplah terkena serangan batuk dan pilek.

Meski begitu, Anda perlu mewaspadai dispepsia yang disertai munculnya banyak keringat serta nyeri di dada. Masyarakat awam menyebutkan "angin duduk". Sebenarnya ini serangan jantung koroner akut. "Bisa menimbulkan kematian dalam 15 hingga 30 detik," ajar Mulyadi, dokter dari Klinik Medizone. Jika itu terjadi, tentu tak ada jalan lain kecuali secepat mungkin menghubungi dokter.

sumber: Kompas